Back

Nikkei 225 Jepang Ditutup Hampir Tidak Berubah di 38.088, Ekonomi Jepang Kuartal 1 2025 Datar

  • Nikkei 225 Jepang tidak menunjukkan pergerakan signifikan di hari pertama perdagangan pekan ini.
  • Ekonomi Jepang pada Kuartal 1 2025 tidak menunjukkan pertumbuhan.
  • Seluruh perhatian pasar tertuju pada perundingan perdagangan AS-Tiongkok di London hari ini.

Nikkei 225 Jepang menutup hari pertama pekan perdagangan ini di 38.088,35 yang naik 0,92% jika dibandingkan penutupan pekan lalu. Indeks tidak menunjukkan banyak pergerakan setelah dibuka dengan gap atas di 38.028,71 mencatatkan terendah dan tertinggi hari masing-masing di 38.018,22 dan 38.178,01 dan bergerak di antara level-level tersebut sepanjang hari.

Pergerakan Nikkei 225 hari ini menyusul rilis data ekonomi yang menunjukkan bahwa Jepang tidak mengalami pertumbuhan pada Kuartal 1 2025, seperti yang tercatat oleh PDB Jepang di 0% pada periode tersebut yang di atas konsensus pasar dan sebelumnya -0,2%. Sementara Produk Domestrik Bruto yang Disetahunkan (Kuartal 1) menunjukkan perbaikan ke -0,2% dari -0,7% sebelumnya.

Sementara itu, Jepang mencatatkan Neraca Transaksi Berjalan non Musiman untuk Bulan April di ¥2.258 juta yang meleset dari prakiraan ¥2.560 juta dan ¥3.678,1 juta sebelumnya.

Perundingan Perdagangan AS-Tiongkok menjadi Pusat Perhatian

Untuk sepekan ke depan, hanya ada rilis data tingkat menengah untuk negara Jepang, seperti Uang Beredar dan Pemesanan Alat Mesin pada perdagangan sesi Asia hari Selasa. Indeks Harga Produsen (IHP) untuk bulan Mei Jepang adalah rilis data satu-satunya pada hari Rabu. Pada perdagangan sesi Asia hari Kamis, akan ada rilis Indeks Kondisi Manufaktur Besar BSI, Investasi Asing dalam Obligasi, dan Investasi Asing dalam Saham Jepang. Di hari perdagangan terakhir pekan ini, Indeks Tersier Industri, Pemanfaatan Kapasitas, Produksi Industri Jepang akan dirilis.

Namun demikian, sentimen pasar secara keseluruhan akan dipengaruhi oleh berita yang keluar dari perundingan perdagangan antara negosiator dari Amerika Serikat dan Tiongkok di London hari ini. Ini merupakan perundingan lanjutan dari perundingan yang dilakukan di Swiss pada bulan lalu. Sejauh ini belum ada berita terbaru terkait perdagangan AS-Jepang.

Grafik Harian Nikkei 225 Jepang – Analisis Harian

Nikkei 225 Jepang

Nikkei 225 Jepang terjebak dalam kisaran sideways 36.606-38.454 setelah menunjukkan pemulihan tajam dari 30.792,74 terendah 2025 yang dicapai pada 7 April. Konsolidasi sideways ini diperkuat oleh pergerakan indeks yang naik turun di sekitar SMA 200-hari, saat ini di 37.916.

Sebelumnya, Nikkei 225 Jepang dalam proses membentuk struktur higher highs dan higher lows namun terhenti oleh pergerakan sideways. Namun jika pembentukan struktur ini berlanjut, indeks bisa menargetkan higher high baru di 40.279,79 (tertinggi 2025 yang diraih pada 24 Januari) dan 42.426,77 (tertinggi 11 Juli 2024).

Pemulihan indeks masih ditopang oleh RSI 14 yang berada di 59,77, di atas level 50 dan masih jauh dari kondisi jenuh beli.

Namun jika SMA 200-hari sulit ditembus, indeks bisa turun ke support di 33.658,47 (terendah 16 April 2025). Kasus tersebut akan mematahkan struktur higher highs dan higher lows yang disebutkan di atas dan mengekspos indeks ke terendah 2025 di 30.792,74, memangkas seluruh pemulihan mengesankan indeks sebelumnya.

pertanyaan umum seputar PERANG DAGANG AS-TIONGKOK

Secara umum, perang dagang adalah konflik ekonomi antara dua negara atau lebih akibat proteksionisme yang ekstrem di satu sisi. Ini mengimplikasikan penciptaan hambatan perdagangan, seperti tarif, yang mengakibatkan hambatan balasan, meningkatnya biaya impor, dan dengan demikian biaya hidup.

Konflik ekonomi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok dimulai pada awal 2018, ketika Presiden Donald Trump menetapkan hambatan perdagangan terhadap Tiongkok, mengklaim praktik komersial yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual dari raksasa Asia tersebut. Tiongkok mengambil tindakan balasan, memberlakukan tarif pada berbagai barang AS, seperti mobil dan kedelai. Ketegangan meningkat hingga kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok Fase Satu pada Januari 2020. Perjanjian tersebut mengharuskan reformasi struktural dan perubahan lain pada rezim ekonomi dan perdagangan Tiongkok serta berpura-pura mengembalikan stabilitas dan kepercayaan antara kedua negara. Pandemi Coronavirus mengalihkan fokus dari konflik tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa Presiden Joe Biden, yang menjabat setelah Trump, mempertahankan tarif yang ada dan bahkan menambahkan beberapa pungutan lainnya.

Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih sebagai Presiden AS ke-47 telah memicu gelombang ketegangan baru antara kedua negara. Selama kampanye pemilu 2024, Trump berjanji untuk memberlakukan tarif 60% terhadap Tiongkok begitu ia kembali menjabat, yang ia lakukan pada tanggal 20 Januari 2025. Perang dagang AS-Tiongkok dimaksudkan untuk dilanjutkan dari titik terakhir, dengan kebijakan balas-membalas yang mempengaruhi lanskap ekonomi global di tengah gangguan dalam rantai pasokan global, yang mengakibatkan pengurangan belanja, terutama investasi, dan secara langsung berdampak pada inflasi Indeks Harga Konsumen.